Pensiun Jaman Now

 

Istilah pensiun mulai dikenal luas sejak Era Industri dimana orang yang bekerja pada suatu organisasi yang menghasilkan produk maupun jasa saat menginjak usia tertentu yang dinilai sudah tidak produktif diberhentikan dan diberi pesangon. Konsep ini memunculkan pola pikir bahwa para pensiunan adalah orang-orang afkir yang sudah ‘tidak berguna” lagi dan dalam perjalanan waktu para pensiun kemudian mengamini dan menganggap diri sudah tua, dan sudah saatnya beristirahat atau menikmati hidup.

Banyak kemudian yang mengisi hari-harinya dengan menganggur duduk di kursi goyang atau sekedar momong cucu, menikmati kesukaannya semisal merawat burung piaraan atau kegiatan-kegiatan kecil sekedar menghabiskan waktu yang kosong. Apalagi bagi mereka yang sudah tidak mempunyai tanggungan untuk dibiayai karena anak-anaknya sudah mandiri, maka pensiun adalah waktu istirahat fisik maupun pikiran. Tidak ada yang perlu dilakukan dan dipikirkan lagi.

Dan jikapun masih ada tanggungan anak atau keluarga yg harus dibiayai, dengan pola pikir seperti diatas mereka akan meminta pengertian seluruh keluarga untuk berhemat atau menghentikan aktivitas yang selama ini ditekuni. Terkadang kelanjutan sekolah anakpun terpaksa harus terhenti. Pensiun dimaknai sebagai berkurangnya penghasilan, atau sudah menjadi miskin. Karena itu keluarga harus memaklumi dan memposisikan diri untuk turun derajat kehidupannya.

Hilangnya berbagai fasilitas dari tempat kerja dan tunjangan (al: rumah, kesehatan, transportasi, dll) yang mereka peroleh sewaktu masih aktif bekerja menjadi salah satu penyebab utama “menjadi miskin” disamping pendapatan pensiun yang memang lebih kecil dari penghasilan Ketika masih aktif bekerja

Karenanya tidak heran jika penampilan para pensiunan itu berubah drastis : fisik, finansial, psikologis maupun gaya hidup. Fisik kelihatan tampak loyo dan lebih tua dari umurnya. Keuangan sering jadi alasan tidak bisa ikut berpartisipasi kegiatan yang sebenarnya  tak seberapa mengeluarkan uang. Secara psikologis mereka menjadi lebih mudah tersinggung, pemarah, tidak sabar atau sensitif emosinya. Gaya hidupnya pun berubah menjadi pemurung, suka menyendiri atau tidak gaul karena rendah diri. Berpakaian ala kadarnya, tidak rapi karena berpikir pensiunan memang harus begitu, takut boros. Pokoknya TIDAK KEREN deh!

Jaman berubah, dunia semakin maju, kesehatan membaik dan angka harapan hidup manusia meningkat. Ini berarti masa hidup orang Indonesia saat ini menjadi lebih panjang setelah mereka berhenti bekerja (pensiun). Dengan perkataan lain orang masih produktif ketika mencapai umur pensiun mereka (meski umur pensiun sejak 2019 telah pula ditingkatkan menjadi 57 tahun - Peraturan Pemerintah No. 45/2015 tentang Jaminan Pensiun).

Dari pengalaman memberikan pelatihan persiapan pensiun selama lebih dari 10 tahun terlihat nyata perbedaan tampilan fisik para peserta pelatihan. Enam tujuh tahun yang lalu peserta pensiun tampak memang tua diumur 53-54 tahum, tapi belakangan ini tampilan fisik peserta pensiun dengan umur yang sama terlihat lebih muda dan segar, bahkan tak jarang ada yang tampak seperti berumur di bawah 40 tahunan. Terlihat sekali mereka masih sangat produktif.

Jadi, tentunya sayang sekali kalau masa produktif yang lebih panjang itu hanya dihabiskan dengan pola pikir lama bahwa pensiun berarti sudah tidak produktif lagi, saatnya beristirahat dan tinggal menunggu ajal menjemput! Jumlah kelompok ini ternyata sangat besar meliputi 73 % dari para pensiunan.

Data Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) menyebutkan bahwa hanya sekitar 9 % masyarakat yang hidup sejahtera pada masa pensiunnya. Sebanyak 18 % masyarakat kembali bekerja di masa pensiun untuk memenuhi kebutuhan keuangannya, dan 73 % masyarakat bergantung kepada orang lain pada masa pensiunnya. Merujuk pada data tersebut, tidak mengherankan jika saat ini banyak ditemukan para pensiunan yang terpaksa kembali bersusah payah untuk bekerja layaknya pekerja di usia produktif.

Persoalannya menjadi tidak mudah bagi para pensiunan yang 73 % itu untuk bisa tetap berkarya produktif meski harapan hidupnya masih panjang karena berbagai sebab, antara lain:

1.     Tidak punya Perencanaan dan Persiapan Pensiun

Tuntutan pekerjaan saat masih bekerja seringkali membuat para pekerja tidak sempat merencanakan dan mempersiapkan diri mau melakukan apa di masa pensiun. Mereka tidak sempat memikirkan aktivitas apa yang akan dijalani setelah dipensiunkan, bagaimana memulainya, apa saja yg harus dipersiapkan dan lain sebagainya. Tidak sedikit yang kemudian terkaget-kaget setelah diberitahu saat pensiunnya telah tiba.

2.     Tidak punya keterampilan untuk berkarya Mandiri

Pekerja di organisasi perusahaan atau instansi biasanya hanya menjalankan sebagian dari rantai proses produksi atau jasa dan dilatih untuk menguasai bagian dari rantai proses itu saja. Misalnya orang akuntansi hanya menguasai keahlian akuntansi saja, orang pergudangan menguasai keahlian pergudangan, dan seterusnya. Mereka tidak menguasai secara keseluruhan proses dan lika-liku bisnisnya, sehingga saat pensiun merasa tidak mempunyai kemampuan melakukan usaha sendiri.

3.     Terperangkap pola pikir lama tentang Pensiun

Tentu faktor inilah yang paling banyak menentukan kenapa para pensiunan memilih “menganggur” sebagaimana telah banyak kita bahas diatas. Banyak yang masih terperangkap dengan konsep berpikir bahwa pensiun adalah saatnya beristirahat tidak perlu berpikikir atau bekerja lagi. Banyak dijumpai meskipun secara ekonomi mereka kekurangan mereka tidak berupaya bekerja produktif karena merasa sudah tua.

4.     Merasa Tak Berdaya

Organisasi modern warisan Era Industri yang masih banyak digunakan saat ini membawa “Racun” yang me-ninabobo-kan pekerjanya menjadi bayi-bayi yang sangat tergantung (dependent) melalui berbagai tunjangan seperti tunjangan kesehatan, transportasi, perumahan, pendidikan, pensiun, serta berbagai fasilitas lainnya yang dikelola oleh perusahaan dan diposisikan sebagai niat baik perusahaan. Semua ini akan hilang saat pension dan menyebabkan para pensiunan menjadi tak berdaya dan tidak berani mengambil inisiatif bertindak sendiri. Semuanya selama ini disuapi oleh perusahaan, meski sebenarnya itu adalah hak mereka yang bisa mereka kelola tidak harus oleh perusahaan sendiri. Sebenarnya banyak perusahaan jasa yang bisa melakukan hal=hal tersebut dengan lebih baik.

 

Jadi, masalah pensiun di jaman kini adalah besarnya harapan hidup dan masih panjangnya umur produktif para pensiunan yang tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya demi membawa kesejahteraan dan hidup yang benar-benar bermakna, tidak menyandarkan kehidupannya dan menjadi beban orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar